tak perlu takut terapkan biaya interkoneksi

Asal transparan, tak perlu takut terapkan biaya interkoneksi


Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sedang membahas dokumen revisi Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) dari PT Telkom Group. Dokumen revisi DPI itu disetorkan ke BRTI pada 6 Oktober lalu.
Bila benar, kini bola di tangan regulator. Artinya, Jika BRTI berpendapat DPI Telkom Group hasil revisinya tidak sesuai, maka biaya interkoneksi telepon dan SMS sebesar Rp 204 per menit untuk 18 skenario panggilan seluler dan telepon tetap yang ditetapkan 2 Agustus lalu bisa diterapkan. Apa benar demikian?
Sarwoto Atmosutarno, Ketua Komite Tetap Penyelenggara Jaringan Bidang Telematika, Penyiaran, dan Ristek KADIN Indonesia, berpendapat sepanjang proses pembahasan penghitungan biaya interkoneksi dilakukan secara transparan, sebaiknya diterapkan saja. Apalagi proses penghitungannya seperti di tahun-tahun sebelumnya. Biaya interkoneksi kali pertama dihitung pada 2006.
Menurut mantan orang nomor satu di Telkomsel, "Kalau sudah transparan, tetapkan saja, mengapa harus takut."
"Poin KADIN Indonesia adalah interkoneksi sudah jelas. Aturannya ada, mesin penghitungnya juga sudah ada. Yang jadi persoalan, ada satu operator yang menilai proses menghitungnya tidak transparan, sehingga keluar angka Rp 204 per menit. Bila dinilai memang belum transparan, sebaiknya diulangi lagi. Namun, kalau sudah terbukti transparan, sebaiknya ditetapkan dan dijalani," kata Sarwoto kepada Merdeka.com usai menjadi pembicara diskusi di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Soal Telkom Group yang masih menolak biaya interkoneksi, Sarwoto mengingatkan, perlu diingat bahwa penghitungan biaya interkoneksi ini sudah dilakukan tiga kali sejak 2006. Jadi mestinya tiada masalah untuk penetapan biaya inerkoneski 2016, kecuali ini kali pertama, sehingga ada proses belajarnya.
Biaya interkoneksi adalah biaya hubungan telekomunikasi antar-operator atau off-net. Interkoneksi timbul, akibat Indonesia menganut sistem multi-operator, bukan satu operator. Biaya interkoneksi dihitung sama-sama dan disepakati agar tercapai level playing field. Dasar hukumnya, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi.
Saat biaya interkoneksi 2016 ditetapkan turun 26 persen menjadi Rp 204 menit itu ditetapkan 2 Agustus lalu, PT Group termasuk Telkomsel menolaknya. Sedangkan operator lain, seperti Indosat, XL Axiata, Smartfren Telecom, dan Hutchison 3 Indonesia (Tri) mendukungnya.
Telkom Group kontra biaya interkoneksi 2016, karena operator terbesar di republik ini mempunyai biaya jaringan yang bersifat cost recovery tinggi, yakni Rp 285 per menit. Lebih mahal dari biaya interkoneksi 2016 yang Rp 204 per menit. Biaya jaringan Telkom tinggi, lantaran membangun di seluruh Indonesia hingga ke daerah pelosok.